”Ke Jepang acara apa? Fuji Xerox? Xerox? Mesin fotokopi itu? Memangnya masih ada?” Itu adalah sepenggal pertanyaan umum dari orang-orang Indonesia. Pertanyaan ini cukup menggelitik karena tersimpan banyak tanya menggoda.
Apakah Fuji Xerox yang dikenal orang Indonesia sebagai mesin fotokopi jajaran atas itu benar-benar masih eksis? Jika ya, bagaimana perusahaan dengan bisnis klasik itu bisa bertahan di tengah digitalisasi zaman? Siapa yang bisa menyelamatkan keadaan sulit seperti itu? Dengan mantra apa?
Segudang pertanyaan itu sedikit demi sedikit terungkap ketika Kompas bersama jurnalis se-Asia Pasifik mengunjungi kantor dan gedung pusat riset dan pengembangan Fuji Xerox di Jepang, pertengahan November 2010. Di hari pertama, pertanyaan itu mulai dijawab dengan sendirinya, langsung dari President Fuji Xerox Tadahito Yamamoto.
Yamamoto mengungkapkan data pertumbuhan Fuji Xerox. Hingga pertengahan 2010, data menunjukkan Fuji Xerox masih membukukan pertumbuhan pendapatan hingga 8,3 persen year on year. Laba perusahaan bahkan dua kali lipat. Penjualan di Asia Pasifik tumbuh pesat, juga ekspor ke Amerika Serikat dan Eropa melalui US Xerox Corporation amat menggembirakan.
Bahkan, Fuji Xerox bersama US Xerox Corporation pada 2009 mengklaim menduduki posisi nomor satu untuk jumlah produksi printer yang terjual di seluruh penjuru dunia.
Ya, Fuji Xerox memang sudah tak berbisnis fotokopi biasa, dalam artian jualan mesin fotokopi konvensional yang papan namanya sering terlihat di kios-kios fotokopi pinggir jalan. Fuji Xerox sudah fokus ke bisnis mesin cetak digital dan printer, mulai kelas bawah hingga kelas atas.
Kalaupun masih memproduksi mesin fotokopi, produk mereka sudah multifungsi, tak sekadar mesin fotokopi tunggal. Produk mesin cetak digital mereka, misalnya Color 1000 Press dan iGen4, siap berkompetisi untuk menandingi mesin cetak offset tradisional.
Cetak digital
Dengan mesin cetak digital, proses cetak tak lagi ribet dan tak lagi membutuhkan pelat seperti pada offset printing. Tak ada jumlah minimal untuk dicetak, itulah salah satu keunggulan digital printing.
Prediksi pasar mereka untuk mesin cetak digital cukup meyakinkan. Secara global, pasar mesin cetak digital diproyeksikan tumbuh dari 12 triliun yen pada tahun 2008 menjadi 18 triliun pada tahun 2013, dengan rata-rata pertumbuhan per tahun mencapai 10 persen.
Seperti perusahaan teknologi informasi lainnya, mereka juga menawarkan solusi layanan dokumen untuk klien kelas perusahaan. Fuji Xerox Global Services, yang memberi layanan outsourcing untuk mengelola dokumen perusahaan lain, seolah menjadi simbol bahwa mereka tak sekadar berbisnis fotokopi.
Yamamoto yakin betul masa depan dunia layanan dokumen. Keyakinan itu seolah dilipatgandakan dengan membangun gedung riset dan pengembangan atau R&D mewah di Yokohama. Cara orang Jepang dalam memandang pentingnya R&D memang berbeda dengan kebiasaan orang Indonesia, misalnya.
Gedung ”yang hanya” khusus untuk litbang ini bahkan lebih mewah dan canggih dibandingkan kantor Fuji Xerox di Tokyo.
”Untuk pengembangan bisnis ke depan, kami membangun R&D Square di Minato Mirai, Yokohama, yang dibuka April lalu. Di situ kami punya riset dengan metode pendekatan atau gaya yang berbeda,” papar Yamamoto.
R&D Square akan menjadi pusat aktivitas riset yang melibatkan kampus, para peneliti, mitra kerja sama, pelanggan, industri, dan pemerintah.
”Kami menyebut model ini sebagai Customer Collaboration Laboratory, semua pihak bisa bekerja sama di sini,” tutur Yamamoto.
Maka, ketika Yamamoto mempresentasikan soal R&D yang serius dan mewah itu, kesan konvensional yang menempel pada merek Xerox di kepala ini mulai terhapus. Yamamoto, yang tampak sudah sepuh, masih intensif bergelut dengan persoalan-persoalan teknis teknologi informasi (TI).
Ketika ada pertanyaan setengah mengetes dari seorang wartawan soal cloud computing atau komputasi awan yang menekankan sistem jejaring terdistribusi, beberapa wartawan seolah menahan napas, menunggu apakah Yamamoto mengikuti tren seksi TI itu.
”Kami sudah mengaplikasikannya pada sistem cloud printing. Di Jepang, Anda bisa mencetak foto atau mengirim foto di semua jaringan 7-Eleven,” kata Yamamoto. 7-Eleven adalah jaringan toko kelontong yang ada di 18 negara.
Cloud printing adalah ide lama, tetapi di Indonesia tak populer. Idenya sederhana, bagaimana, misalnya, saudara kita di Jakarta yang tak bisa mudik dapat pergi ke kios tertentu untuk mengambil hasil cetakan foto keluarga di kampung beberapa saat setelah diambil fotonya.
Walau dunia digital membentang dan seolah menggerus semua hal yang berbau cetak, Fuji Xerox justru berasumsi positif. Digitalisasi media dan konvergensi perangkat bergerak justru akan memudahkan seseorang untuk mencetak dokumen
Membangun Riset Berkesinambungan Ala Jepang
Kamis, 09 Desember 2010
Diposting oleh
zhiea latifranz
di
19.24
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar